TIGA POKOK AJARAN ISLAM DALAM HADIS RIWAYAT UMAR
Tidak bisa
dipungkiri bahwa semua agama memiliki ajaran pokok atau dasar. Dari ajaran
pokok itu kemudian berkembang
ajaran-ajaran atau keberagamaan yang lebih meluas ke berbagai ranah masalah.
Pokok ajaran dalam Islam terangkum dalam sebuah hadis masyhur yang
dimuat oleh Imam al-Nawawi dalam kitab hadis kecilnya, Al-Arba’un
al-Nawawiyyah. Imam al-Nawawi menuliskan hadis itu di nomor kedua setelah
hadis tentang niat (innamaa al-a`maalu bin niyyaat). Ini menunjukkan
betapa pentingnya hadis tersebut untuk diketahui dan dipelajari oleh umat
Islam. Hadis yang
dimaksud diriwayatkan oleh salah satu sahabat paling termuka, yaitu Umar bin
Khattab. Redaksi hadisnya berbunyi:
عن عُمَر بْن
الْخَطَّابِ، قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ ذَاتَ يَوْمٍ، إِذْ
طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ، شَدِيدُسَوَادِ الشَّعَرِ،
لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى
جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَأَسْنَدَ
رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ، وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ، وَقَالَ:
يَا مُحَمَّدُ، أَخْبِرْنِي عَنِ الإِسْلَامِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
" الإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ،
وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَصُومَ رَمَضَانَ، وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ
اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا "، قَالَ: صَدَقْتَ، قَالَ: فَعَجِبْنَا لَهُ
يَسْأَلُهُ، وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ الإِيمَانِ، قَالَ: "
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ، وَمَلَائِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ
الآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ "، قَالَ: صَدَقْتَ،
قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ الإِحْسَانِ، قَالَ: " أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ
كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ
فَإِنَّهُ
يَرَاكَ ... الحديث"
Umar bin Khattab berkata:
“Suatu ketika kami (para
sahabat) sedang duduk di dekat Rasulullah, tiba-tiba muncul seseorang yang
berpakaian sangat putih dan memiliki rambut sangat hitam. Tidak terlihat pada
dirinya bekas-bekas perjalanan dan tak seorang pun dari kami yang mengenalnya.
Ia duduk di hadapan Nabi, lalu menyandarkan kedua lututnya kepada lutut Nabi
dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi. Kemudian dia berkata, “Hai
Muhammad! Beritahukan aku tentang Islam”. Rasulullah menjawab, “Islam adalah
engkau bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah
utusan, menegakkan salat, memberikan zakat, menunaikan puasa, dan melaksanakan
haji ke Baitulllah jika mampu.” Lelaki itu berkata, “Benar”. Maka kami
heran; dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi,
“Beritahukan aku tentang iman.” Nabi menjawab, “Iman adalah engkau beriman
kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kotab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir,
dan beriman kepada ketentuan Allah yang baik dan yang buruk.” Ia berkata,
“Benar”. Ia bertanya lagi, “beritahukan aku tentang ihsan”. Nabi menjawab, “Hendaklah
engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya. Namun, apabila kau
tidak melihat-Nya, maka Dia melihatmu... al-hadis.
Pertanyaan seorang lelaki pada hadis tersebut,
yang dijelaskan oleh Nabi sebagai malaikat Jibril, mengajarkan pada umat Islam
bahwa pokok ajaran agama mereka terdiri dari tiga dasar, yaitu islam (syariah),
iman (akidah), dan ihsan (tasawuf atau akhlak). Dalam ajaran Islam, akidah
menjadi pondasi utama sebelum syariah dan akhlak. Hal ini dikarenakan akidah
berkaitan dengan kepercayaan (keimanan) yang menjadi pintu utama dalam
beragama.
Iman,
secara bahasa berarti al-tashdiiq, yaitu “membenarkan”. Sedangkan secara
istilah adalah al-i`tiqaad bil qalbi (meyakini dengan hati) wal
iqraar bil lisan (pernyataan dengan ucapan). Sebagai seorang hamba kita
wajib meyakini dan menyatakan kebenaran adanya enam hal, sebagaimana disebutkan
dalam hadis di atas, yaitu Allah, Malaikat, Kitab-kitab Allah, Rasul-rasul
Allah, Hari Kiamat, serta takdir, atau yang biasa kita kenal dengan nama “Rukun
Iman”.
Dalam
keimanan, hati menjadi alat yang sangat penting. Karena hati adalah wadah
keimanan seseorang, sebagaimana dijelaskan dalam surah al-Hujurat ayat 14
bahwa:
Orang-orang Badui berkata, “Kami telah beriman.” Katakanlah
(kepada mereka), “Kalian belum beriman, tetapi katakanlah, “Kami telah tunduk
(Islam),” karena Iman belum masuk ke dalam hatimu.”
Mayoritas
ulama meyakini bahwa al-iimanu yaziidu wa yanqushu (iman dapat
bertambah, dapat juga berkurang). Bertambahnya iman, salah satunya dikarenakan
amal ibadah. Karenanya, ajaran pokok kedua, yaitu syariah atau islam, menjadi
sangat penting untuk dilaksanakan.
Islam
terdiri dari lima rukun yang wajib dilaksanakan oleh seorang muslim jika ia
hendak disebut sebagai muslim yang baik. Lima rukun tersebut telah disebutkan
pada hadis di atas. Berbeda dengan rukun iman yang tidak boleh ditinggalkan
dalam keadaan apa pun, beberapa rukun Islam dapat ditunda, bahkan ditinggalkan,
akan tetapi dengan syarat dan keadaan yang diperbolehkan atau udzur syar’i.
Seorang
muslim yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat berarti siap untuk
melaksanakan rukun lainnya, khususnya shalat dan puasa. Dalam Al-Qur’an
dijelaskan bahwa arti penting shalat adalah untuk mengingat Allah (aqimish
shalaata li dzikrii “dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku). Dan di dalam
sebuah hadis Qudsi dijelaskan bahwa Allah berkata “puasa adalah untuk-Ku.
Aku sendiri yang akan membalasnya” Karenanya, mayoritas ulama sepakat
bahwa siapa saja yang tidak dapat mendirikan shalat atau menunaikan puasa di
waktu yang telah ditetapkan, wajib baginya untuk menggantinya di lain
kesempatan.
Namun
demikian, sekedar dapat menunaikan semua rukun islam tidaklah cukup untuk
mengantarkan seorang muslim untuk mendapatkan ridha dan rahmat Allah. Karena
itu, ajaran pokok ketiga dalam agama Islam, yaitu ihsan (akhlak/tasawuf)
wajib juga dilaksanakan.
Ihsan atau tasawuf bukan hanya soal wahdatul wujud (bersatunya
hamba dengan Tuhan). Termasuk dari tasawuf adalah ikhlas, syukur, tawakal,
tidak riya, tidak sombong, dan perkara mudah lainnya. Dalam Al-Qur’an
dijelaskan bagaimana amal (syariah) yang baik sering ditolak karena tidak
diiringi dengan akhlak yang baik. Firman Allah misalnya:
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf itu lebih baik daripada sedekah
yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Mahakaya lagi Maha Penyantun.”
(QS. Al-Baqarah: 263)
Imam
Malik mewanti-wanti umat Islam agar melaksanakan syariah dan tasawuf secara
beriringan. Beliau berkata “man tafaqqaha wa laa tashawwafa faqad tafassaqa (orang
yang hanya mengamalkan fikih, tetapi tidak mengamalkan tasawuf, sungguh telah
menjadi seorang fasik) wa man tashawwafa wa laa tafaqqaha faqad tazandaqa (dan
siapa saja yang hanya mengamalkan tasawuf, tanpa mengerjakan fikih, sungguh
telah menjadi seorang zindiq atau menyimpang).
Dengan
demikian, menjadi seorang muslim yang sejati adalah dia yang telah beriman dan
mengerjakan rukum Islam disertai dengan tasawuf yang benar.
Untuk saudara - saudara yang ingin berpartisipasi dalam pengembangan pesantrenpedia dapat mengirimkan donasinya ke : https://saweria.co/pesantrenpedia