PUASA GELAR
Tukul Arwana pernah berkata “sanjungan itu adalah teror”.
Ketika seseorang dilambung oleh pujian, gelar atau sanjungan maka
berhati-hatilah karena itu bisa menjadi teror bagi yang diberi sanjungan. Sanjungan
bisa menjadi semacam psywar menjelang sebuah pertandingan sepakbola. Antara pelatih
saling lembar pujian dan merendah. Tapi sesungguhnya ada maksud untuk meruntuhkan
mental lawannya. Dalam agama Islam, menahan diri dari mencari pujian atau
pengakuan manusia merupakan sebuah prinsip yang sangat penting. Ini bukan hanya
sekadar norma sosial, tetapi memiliki makna yang lebih dalam dalam hubungan
individu dengan Allah SWT. Di balik pentingnya menahan diri dari pujian
tersembunyi sebuah ajaran yang mengarahkan umat Islam untuk mendekatkan diri
kepada-Nya dan menjaga kesucian niat dalam berbuat baik. Salah satu konsep
dasar dalam Islam yang berkaitan dengan menahan diri dari pujian adalah ikhlas,
atau tulus ikhlas dalam beribadah. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, Surah
Al-Bayyinah ayat 5:
"Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah
dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istikamah), melaksanakan salat
dan menunaikan zakat; itulah agama yang lurus."
Ayat ini menegaskan bahwa tujuan utama dari setiap
perbuatan ibadah adalah untuk mencari keridhaan Allah semata. Ketika seseorang
beribadah dengan tulus ikhlas, dia tidak mencari pujian atau pengakuan dari
manusia, tetapi hanya mengharapkan balasan dari Allah SWT. Ini menunjukkan
bahwa ibadah yang tulus ikhlas merupakan panggilan batiniah yang tidak
membutuhkan pujian atau pengakuan dari pihak lain. Menahan diri dari pujian
juga merupakan bagian dari upaya untuk menjaga kesucian niat dalam berbuat
baik. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim:
"Sesungguhnya perbuatan seseorang itu tergantung pada
niatnya, dan sesungguhnya seseorang itu akan mendapatkan sesuai dengan apa yang
dia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena
dunia yang dikehendaki atau karena seorang wanita yang ingin dia nikahi, maka
hijrahnya kepada apa yang dia niatkan."
Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya niat yang
ikhlas dalam setiap perbuatan. Jika seseorang melakukan kebaikan hanya demi
mencari pujian atau keuntungan duniawi, maka perbuatannya itu tidak akan
mendapatkan balasan yang baik di akhirat. Oleh karena itu, menahan diri dari
pujian adalah cara untuk memastikan bahwa niat kita dalam berbuat baik adalah
semata-mata untuk mencari keridhaan Allah SWT. Selain itu, menahan diri dari
pujian juga merupakan bentuk rendah hati yang diajarkan dalam Islam. Rasulullah
SAW bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
"Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman: 'Kegembiraan-Ku
terletak pada keberkahan hamba-Ku yang berpuasa ketika mereka berbuka. Karena
itu, Allah mengutus malaikat untuk memanggil mereka, maka malaikat itu berkata:
'Hai hamba Allah, datanglah ke tempat berkah dan pahala dari Tuhanmu!'"
Hadis ini menunjukkan bahwa Allah SWT memberikan
pahala dan keberkahan kepada hamba-Nya yang beribadah dengan tulus dan rendah
hati. Mereka tidak mencari pujian atau pengakuan dari manusia, tetapi hanya
mengharapkan keridhaan Allah semata. Dalam masyarakat modern yang seringkali
didorong oleh pencapaian dan pengakuan, menahan diri dari pujian dapat menjadi
sebuah tantangan. Namun, bagi umat Islam, ini adalah sebuah panggilan untuk
menjaga kesucian niat dalam berbuat baik, menjaga hubungan yang tulus dengan
Allah SWT, dan mengembangkan sifat rendah hati. Dengan menahan diri dari
pujian, kita dapat memastikan bahwa setiap perbuatan kita adalah semata-mata
untuk mencari keridhaan Allah SWT, dan bukan untuk mencari pujian atau
keuntungan duniawi. Puasa juga mengajarkan kita agar selalu merendah, tidak
ingin dipuji dan dan tidak hanya ingin berburu
gelar muttaqin.
Untuk saudara - saudara yang ingin berpartisipasi dalam pengembangan pesantrenpedia dapat mengirimkan donasinya ke : https://saweria.co/pesantrenpedia