SYARAH HADIS MEMBANGUN KONEKSI ANTARA MASA LALU DAN MASA KINI
Ajaran Islam bersumber dari dua pokok ajaran utama, yaitu Al-
Qur’an dan hadis. Al- Qur’an menempati posisi utama sebagai petunjuk umat
Muslim, sedangkan hadis menempati posisi ke dua setelah al- Qur’an. Hadis sebagai
sumber ajaran dan panduan hidup umat Islam, juga berfungsi sebagai sumber hukum.
Sebagai fokus kajian dalam dunia Islam, hadis yang berisi perkataan dan
tindakan Nabi Muhammad SAW, memainkan peran penting dalam memberikan wawasan
mendalam tentang kehidupan seorang muslim. Meskipun demikian, pemahaman yang
benar tidak selalu mudah, oleh sebab itu syarah hadis menjadi unsur krusial
dalam pemahaman Islam.
Syarah hadis yang dikenal sebagai upaya untuk menjelaskan dan
memberikan pemahaman mendalam terhadap suatu hadis, memastikan agar pesan-pesan
suci tetap relevan dan dipahami dengan benar dalam konteks zaman yang terus
berubah. Sehingga syarah hadis sangatlah penting dalam memahami dan meresapi
makna yang terkandung dalam suatu hadis dan menjadi kunci dalam pemahaman serta
praktek ajaran Islam yang baik.
Dalam konteks zaman yang terus berubah, syarah hadis menjadi
jembatan antara masa lalu dengan tantangan masa kini. Pemahaman yang cermat
terhadap konteks dan makna hadis memastikan bahwa ajaran Islam tetap relevan
dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu contoh hadis yang dapat dikatakan sebagai jembatan
antara masa lalu dengan masa kini adalah hadis yang berkaitan dengan keadilan
sosial dan kepedulian terhadap sesama. yaitu sebagai berikut :
عَنْ
أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَا يُؤْمِنُ
أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَ خِيْهِ مَا يُحِبَّ لِنَفْسِهِ"
Dari Anas, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Tidaklah beriman seseorang dari kalian hingga mencintai sodaranya sebagaimana mencintai
dirinya sendiri” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam syarah Sahih Bukhari (Fathul Baari) hadis di atas telah
dijelaskan oleh ualama bahwa kecintaan merupakan sebagian dari iman, seseorang
dikatakan sempurna imannya apabila mencintai sodaranya sebagaimana mencintai
dirinya sendiri. Namun perlu kita ketahui bahwa orang yang tidak melakukan apa
yang ada dalam hadis ini, tidaklah menjadi kafir.
Maksud dari cinta di sini adalah cinta dan senang ketika saudaranya
mendapatkan seperti apa yang ia dapatkan, baik dalam hal yang bersifat indrawi
maupun maknawi. Secara zahir hadis ini menuntut kesamaan, namun pada realitanya
menuntut pengutamaan, karena setiap orang senang ketika lebih dari yang
lainnya. Maka ketika seseorang mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai
dirinya sendiri, maka ia termasuk orang-orang yang utama.
Hadis tersebut menegaskan prinsip keadilan sosial serta empati
terhadap sesama sebagai inti ajaran Islam. membangun jembatan antara masa lalu
dan masa kini, hadis ini mengajarkan umat Islam untuk tidak hanya mementingkan kepentingan
diri sendiri, tetapi juga peduli terhadap kesejahteraan saudara kita.
Dalam konteks masa lalu, hadis ini menjadi sebuah petunjuk pada
zaman Nabi tentang pentingnya saling mencintai dan menghormati. Di masa kini,
hadis ini tetaplah relevan sebagai landasan untuk membangun masyarakat yang
adil, mengurangi kesenjangan sosial, dan membantu sesama dalam kehidupan
sehari-hari.
Dengan merinci makna hadis ini melalui syarah, para ulama kontemporer
dapat mengaitkan prinsip keadilan dan empati ini dengan isu-isu modern seperti kemiskinan,
ketidak setaraan, dan kebutuhan mendesak masyarakat. Dengan demikian, hadis ini
tidaklah hanya menjadi warisan bersejarah, tetapi juga menjadi panduan praktis dalam
menghadapi berbagai tantangan sosial masa kini.
Wallahu A’lam.
Untuk saudara - saudara yang ingin berpartisipasi dalam pengembangan pesantrenpedia dapat mengirimkan donasinya ke : https://saweria.co/pesantrenpedia